Rabu, 17 Januari 2018

khitan




Khitan.
Ini pengalaman kali kedua yang saya rasakan, sebelumnya sekitar akhir 2012 lalu ketika si sulung berkhitan perasaan cemas dan khawatir seperti ini saya juga melalui nya.
.
Yah 5th yang lalu berlalu, now merasakan lagi hal yang sama tapi sensasi nya berbeda 😂😊

Jauh jauh hari ketika si bungsu sudah saya beritahukan bahwa setelah ujian akhir semester ganjil dia akan berkhitan dan akhirnya dia bersedia (dengan sedikit bujuk rayu maut 😉😉)
Dengan penawaran dia boleh meminta apa yang dia mau, demi melaksanakan khitan ini. Dan dia meminta seperangkat busur lengkap dengan panah dan papan sasarannya sebagai syarat nya.

Yaah, mau dibilang apa lagi, demi menunaikan salah satu ibadah Sunnah yang utama yang membedakan umat muslim dengan lainnya ini, keinginan tersebut akan saya tunaikan setelah dia sembuh. 👌😗

Selanjutnya, yang harus dipersiapkan adalah psikologis dia dan saya.. Hehehe.. Karena pada saat dia menyetujui, efeknya saya juga merasakan deg-degan seolah saya yang akan menjalaninya. 😁😀

Bunda Sholehah, kepadanya saya ceritakan terlebih dahulu proses awal berkhitan, walaupun mungkin dia juga sudah mengetahui dari teman-teman, TV atau media lainnya.

“Bang, (saya memanggil kedua putra saya dengan abang, dengan harapan suatu saat nanti akan ada lagi adek nya 😉 Aamiin) nanti waktu abg di sunat, T*t*t nya tuh di suntik..”
Terus dia nanya "sakit yah ma?"
"sakit sedikit, seperti di gigit semut" saya jawab (jawaban andalan bunda bunda juga kan yah 😀)
"terus habis disuntik apalagi?"
"nanti abang gak kerasa lagi kalo abang punya T*t*t, terus dokter nya buka kulit nya dan keluarin kepala T*t*t abang yg biasanya ketutup kulit"

Sebisanya saya coba jelaskan dengan bahasa yang bisa di mengerti anak anak.
"Sakit ma"
"Dikit, kan udah gak kerasa lagi sakitnya karena abang udah di suntik sebelumnya"
"Ooowh oke deh... tapi abang mau mama temenin yah, pokoke mama gak boleh kemana mana..!"

Deg... Ini nih syarat yang berat bagi saya 😂😂😂

Kenapa saya bilang berat bunda, bukan karena saya takut tapi karena saya gak tega liat anak di suntik lalu di belah-belah dan dipotong 'itu' nya terus nanti mendengar dia menjerit kesakitan 😣

Dulu waktu abang nya di khitan, ayahnya yang mendampingi sedangkan saya memilih menunggu di luar kamar sambil banyak berdoa dan berdzikir. Si sulung punya kepribadian yang tegar, munigkn karena anak pertama kali yah Bun. Bahkan pasca khitan, dia tidak pernah mau lagi menunjukkan hasil khitan nya ke saya, dengan alasan malu.

Nah, yang kedua ini memang agak manja, karena mungkin kelamaan bungsu kali yah? meski usia nya 9 thn. Dan kali ini mau gak mau saya mesti menuruti keinginannya 😌😌

Hari H tiba.. Huuuft.. 😓

Jantung mulai berdebar kencang, dengkul seakan mau lepas dari sendi nya ketika sang dokter smpai depan pagar rumah. Hahaha, lebay..

Duh, saya harus cepat menetralisir kondisi ini. Jangan sampai perasaan cemas ini frekuensi nya sampai ke hati anak kedua saya ini.

Yah bunda, saya pernah di nasehati oleh wali santri si sulung ketika dia masuk ke pesantren. Beliau berpesan melalui ayahnya agar 'ibunya jangan nangis, jangan cemas dan jangan terlalu khawatir tentang anak nya di Pesantren, karena apa yg ibu rasakan akan terasa juga oleh anak nya. Apalagi anak laki laki ikatan perasaan nya sangat kuat dengan ibunya'

Alhamdulillah,, Allah telah memberi kita perempuan begitu banyak kelebihan yah bunda, salah satunya kita bisa memendam perasaan kita begitu dalam dan tetap menampilkan muka tenang dengan senyum mengembang ketika cemas.

Saya ajak si kecil bersiap, dengan menyuruh nya buang air kecil setelah itu berwudhu. Lalu kami berdua masuk kamar dan berdoa bersama, meminta dimudahkan dan dilancarkan prosesnya dan meminta di beri kekuatan untuk menjalaninya.

Terdengar bunyi ting ting ting dari luar kamar saat sang dokter menyiapkan peralatan "perang" nya. Alat-alat dari besi yang dingin, sedingin telapak tangan kami berdua karena takut dan pengaruh suhu dari pendingin ruangan 😓😫

Terdengar langkah kaki semakin mendekat ke arah kamar, kami berdua berpandangan dan berpegangan Tangan 😢😢
 
Lalu masuk lah sang ALGOJO dengan badan yang tinggi besar dan ekspresi muka yang dingin siap untuk mengeksekusi, jantung berdegub kencang seirama, yah ini sudah satu frekuensi ketakutan nih..

Hufft saya harus tenang, mengambil nafas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan. Berusaha mentransfer ketenangan saya melalui dekapan hangat ke tubuh si kecil.

Dengan suara Bariton nya sang algojo pun berkata "wah pintar, sdh siap yah?"

Byarrrrrrrr... 😂😂😂 sang dokter menyapa dengan senyum ramahnya yang menghapuskan semua gambaran "sang penjagal kejam" di benak kami 😁😁
dengan suara nya yang tenang dan menenangkan menurunkan getaran dari deguban jantung kami karena takut😆😆

Suhu di kamar menjadi hangat, sehangat hati kami yang mulai mereda kecemasan nya. Dengan mengobrol santai saya liat sang dokter menyiapkan injeksi di tangan nya, saya coba mengalihkan perhatian si kecil dengan mengajaknya menonton video sulap yang dia suka.

Jreeeng Jreeeng... Sarung pun di Singkap, terlihat sang "burung pipit" siap dan pasrah untuk di olah menjadi "torpedo" kecil di tangan sang penjagal 😁

Dengan isyarat mata dan kode tangannya, ayah nya anak anak mengingatkan saya untuk berdzikir dan berdoa.

Lalu tiba tiba..... "AWWWWWWWWW" si kecil menjerit, cukup mengagetkan dan membuat ciut nyali, ketika jarum kecil itu menembus kulit burung pipit nya.
"Ma.. Ini sih bukan di gigit semut, ini di gigit kelinci..!"
Duarrrrr pecahlah suara tawa kami di kamar ini mendengar itu.
"Ooowh, seperti di gigit kelinci yah nak tapi abang tahan kan" saya coba menguatkan nya
"tahan sih ma,, tp sakit"

Setelah tiga kali dia berteriak aw aw aw, dan dokter menanyakan apa masih sakit dengan menyentil-nyentil si burung pipit. Si kecil menjawab "udh gak sakit om"
Maka di mulailah proses khitan nya dan Alhamdulillah bunda, prosesnya tenang dan santai sekali. Semua lancar dan aman tanpa jerit kesakitan si kecil.

Setelah lebih 30 menit, dokter menyatakan prosesnya sudah selesai. Terlihat sang 'torpedo" sudah bertengger dengan angkuh nya walau masih di balut perban 😁

Saya cium kening dan membisikan kata kata ke telinga si kecil "selamat yah nak, kau sudah melaksanakan sunnah Rasul mu. Ini baru awal nak, ke depannya teruslah kau tegak kan sunnah Nabi mu, berdirilah dibawah panji Rasul mu, jadilah pembela agama Allah.

Setelah 2 jam pengaruh obat bius nya hilang, si kecil mulai mengerenyit raut mukanya, matanya berkaca kaca, hidung nya memerah dan tumpah lah air matanya. Dia menangis karena baru terasa pedih nya si pipit di obok obok 😂

Episode selanjutnya, momen menghadapi kemanjaan dan kerewe​lan si kecil, saya harus siap jadi pelayan yang melayani sang pangeran kecil bersarung ini hehehe. Ini baru terasa nikmatnya menjadi seorang ibu 😅😅😅

Jazaakillah khoiron katsiro untuk adik soleha ku Novianty Ipeh Syarif Saleh, yang telah mengirimkan ALGOJO nya ehhhh Zauziy nya ke rumah untuk mengeksekusi "pipit" si kecil 😁
Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian berdua dengan kebaikan yang berlimpah serta mencatatnya sebagai amal jariyah.

Salam takzim dan sayang yang teramat tulus untuk ayah nya anak anak ABU ANSHARY Zulverdi D Anwar, yang selalu menemani untuk melewati momen momen indah sperti ini😍😍

Untuk anakku Raif Ats-tsaqif, "Semoga Allah menjadikanmu anak yang sholeh, merahmati, memberkahi dan memuliakan mu, memanjangkan umurmu dalam ketaatan kepada-NYA, memperbaiki amal ibadah, meluaskan rejeki mu, mendekatkan mu dengan kebaikan dan selalu menjauhkan dengan keburukan, Aamiin"


Umma Raif | 12/12/2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar